al-ahzab (33)

Ayat tentang Kesucian Ahlul Bait Nabi saw

Allah swt menegaskan dalam firman-Nya yang mulia:

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِب عَنكمُ الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطهِّرَكمْ تَطهِيراً

“Sungguh tiada lain Allah berkehendak menjaga kamu dari dosa-dosa hai Ahlul bait dan mensucikan kamu dengan sesuci-sucinya.” (Al-Ahzab/33: 33)

Surat Al-Ahzab: 33 merupakan ayat menegasan tentang kesucian Ahlul bait Nabi saw. Lalu siapakah Ahlul bait Nabi saw itu? Jawabannya ada tiga pendapat.

Pendapat pertama:
Ayat ini khusus untuk: Nabi saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as).
Pendapat ini berdasarkan hadis shahih yang bersumber dari Aisyah, Ummu Salamah, Abu Said Al-Khudri, Anas bin Malik dan lainnya bahwa ayat ini turun hanya untuk lima orang: Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as).

Dalam Tafsir Ad-Durrul Mantsur jilid 5 halaman 198 dan 199:
Jalaluddin As-Suyuthi berkata bahwa Ummu Salamah berkata: Ayat ini turun di rumahku, dan di rumahku ada tujuh: Jibril dan Mikail (as), Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (ra), sementara aku ada di pintu rumahku. Kemudian aku berkata: Ya Rasulallah, bukankah aku termasuk ke dalam Ahlul baitmu? Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang baik, kamu termasuk ke dalam golongan isteri-isteri Nabi (bukan Ahlul bait Nabi saw).”

Abu Said Al-Khudri berkata: Ketika Ummu Salamah Ummul mukminin (ra) berada di rumahnya, turunlah malaikat Jibril kepada Rasulullah saw membawa ayat ini (ayat Tathhir). Kemudian Rasulullah saw memanggil Hasan dan Husein, Fatimah dan Ali (as) lalu beliau menghimpun mereka, menghampar kain untuk mereka, dan melarang Ummu Salamah berhimpun bersama mereka. Kemudian beliau bersabda: Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku, jagalah mereka dari dosa-dosa dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.”
Lalu Ummu Salamah (ra) berkata: Wahai Nabi Allah, aku bersama mereka? Rasulullah saw bersabda: “Kamu berada dalam kedudukanmu dan kamu adalah orang yang baik.”

Dalam Shahih Muslim, Shahih At-Tirmidzi, Shahih An-Nasa’i, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Bazzar, Musnad Abd bin Humaid, Mustadrak Al-Hakim, Talkhish Al-Mustadrak Adz-Dzahabi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Ad-Durrul Mantsur menyebutkan bahwa:
Ibnu Abbas, Abu Said Al-Khudri, Jabir Al-Anshari, Sa’d bin Abi Waqqash, Zaid bin Arqam, Ummu Salamah, Aisyah, dan sebagian sahabat yang lain mengatakan: ketika ayat ini turun kepada Rasulullah saw, beliau mengumpulkan keluarganya yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, dan beliau memayungi mereka dengan kain kisa’ sambil bersabda:

اَللَّهُمَّ هَؤُلاَء أَهْلُ بَيْتِي

“Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku.”

Dalam Shahih At-Tirmidzi 2/319, hadis ke 3871, bab 61:
Ummu Salamah berkata bahwa Nabi saw memberi kehormatan yang khusus kepada Hasan dan Husein, Ali dan Fatimah dengan kain kisa’ (mengumpulkan mereka di bawah kain kisa’). Kemudian beliau bersabda:

اَللَّهُمَّ هَؤُلاَء أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي، أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْراً

“Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku dan keistimewaanku, jagalah mereka dari dosa-dosa dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.” Kemudian Ummu Salamah berkata:

وَأَنَا مَعَهُمْ يَا رَسُولَ الله ؟

Ya Rasulullah, aku bersama mereka? Rasulullah saw menjawab:

إِنَّكَ إِلَى خَيْرٍ

“Engkau orang yang baik.”

Dalam Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul bait (as):
Aisyah berkata: Pada pagi hari Nabi saw keluar dari rumah, membawa kain berbulu yang menyerupai rambut yang hitam. Kemudian datang Hasan bin Ali, lalu datang Husein kemudian masuk bersamanya, kemudian datang Fatimah lalu beliau mempersilahkan masuk, kemudian datang Ali lalu beliau mempersilahkan masuk. Kemudian beliau membaca ayat:

إنَّما يُريد اللهُ ليُذْهِبَ عنكم الرّجسَ أهلَ البيت ويُطهّركم تطهيراً

Hadis-hadis tersebut dan yang semakna terdapat:
1. Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul bayt Nabi, jilid 2 halaman 368; cetakan Isa Al-Halabi; jilid 15 halaman 194 dalam syarah An-Nawawi, cetakan Mesir.
2. Shahih At-Tirmidzi, jilid 5 halaman 30, hadis ke 3258; halaman 328, hadis ke 3875, cetakan Darul Fikr.
3. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 5 halaman 25, cetakan Darul Ma’arif Mesir.
4. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 133, 146, 147.
5. Mu’jam Ash-Shaghir Ath-Thabrani, jilid 1 halaman 65 dan 135.
6. SyawahidutTanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 2, halaman 11-92, hadis 637, 638,639, 640, 641, 644, 648, 649, 650, 652, 653, 656, 657, 658, 659, 660, 661, 663, 664, 665, 666, 667, 668, 671, 672, 673, 675, 678, 680, 681, 686, 690, 691, 694, 707, 710, 713, 714, 717, 718, 729, 740, 751, 754, 755, 756, 757, 758, 759, 760, 761, 762, 764, 765, 767, 768, 769, 770, 774, cet pertama, Bairut.
7. Khashaish Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’i Asy-Syafi’i, halaman 8, cet, Bairut; halaman 49,, cet. Al-Haidariyah.
8. Tarjamah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam Tarikh Damsyiq, oleh Ibnu Asakir Asy-Syafi’i, jilid 1, halaman 185.
9. Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi,i, halaman 45, 373, 375
10. Musnad Ahmad, jilid 3,halaman 259 dan 285;jilid 4, halaman 107; jilid 6, halaman 6: 292, 296, 298, 304, dan 306, cet. Mesir
11. Usdul Ghabah fi Ma’rifati Ash-Shahabah, oleh Ibnu Atsir Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 12 dan 20; jilid 3, halaman 413; jilid 5, halaman 521 dan 589.
12. Dzakhairul ‘Uqba, oleh Ath-Thabari Asy-Syafi’i halaman 21, 23, dan 24.
13. Asbabun Nuzul, oleh Al-Wahidin, halaman 203, cet Al-Halabi, Mesir.
14. Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi Al-Hanafi, halaman 23 dan 224.
15. Tafsir Ath-Thabari, jilid 22, halaman 6,7 dan 8, cet Al-Halabi, Mesir.
16. Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi, jilid 5, halaman 198 dan 199.
17. Ahkamul Qur’an, oleh Al-Jashshash, jilid 5, halaman 230, cet Abdurrahman Muhammad; halaman 443, cet. Cairo.
18. Manaqib Ali bin
19. Mashabih As-Sunnah, oleh Al-Baghawi Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 278, cet. Muhammad Ali Shabih; jilid 2, halaman 204, cet. Al-Khasyab
20. Misykat Al-Mashabih, oleh Al-’Amri, jilid 3, halaman 354.
21. Al-Kasysyaf, oleh Zamakhsyari, jilid 1, halaman 193, cet. Mushthafa Muhammad; jilid 1, halaman 369, cet. Bairut.
22. Tadzkirah Al-Khawwash, oleh As-Sibt bin Al-Jauzi Al- Hanafi, halaman 233.
23. Mathalib As-Saul, oleh IbnuThalhah Asy-Syafi’i, jilid 1, halaman 19 dan 20. Ahkamul Qur’an, oleh Ibnu ‘Arabi, jilid 2, halaman 166, cet. Mesir.
24. Tafsir Al-Qurthubi, jilid 14, halaman 182, cet. Kairo.
25. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, halaman: 483, 494, dan 485, cet. Mesir.
26. Al-Fushul Al-Muhimmah, oleh Ibnu Shabagh Al-Maliki, halaman 8.
27. At-Tashil Li’ulumi AtTanzil, oleh Al-Kalbi, jilid 3, halaman 137.
28. Tafsir Al-Munir Lima’alim At-Tanzil, Al-Jawi, jilid 2, halaman 183.
29. Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 502; jilid 4, halaman 367, cet. Musththafa Muhammad; jilid 2, halaman 509; jilid 4, halaman 378, cet. As-Sa’adah. Mesir.
30. Al-Itqan fi’Ulumil Qur’an, oleh As-Suyuthi, jilid 4, halaman 240, cet. Mathba’ Al-Mashad Al-Husaini, Mesir.
31. Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, halaman 85, cet. Al-Maimaniyah; halaman 141 dan 227, cet. Al-Muhammadiyah.
32. Muntakhab Kanzul ‘Ummul Kanzul ‘Ummul (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 5, halaman 96.
33. As-Sirah An-Nabawiyah, oleh Zaini Dahlan (catatan pinggir) As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 3, halaman 329 dan 330, cet. Al-Mathba’ Al-Bahiyah, Mesir; jilid 3, halaman 365, cet. Muhammad Ali Shabih, Mesir.
34. Is’afur Raghibin, oleh Ash- Shabban (catatan pinggir) Nurul Abshar, halaman: 104,105, dan 106, cet. As-Sa’idiyah; halaman 97 dan 98, cet. Al-Utsmaniyah; halaman 105, cet. Mushthafa Muhammad, Mesir.
35. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tustari, jilid 2, halaman 547-502.
36. Fadhailul Khamsah, jilid 1, halaman 223 dan 224.
37. Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr (catatan pinggir) Al-Ishabah, jilid 3, halaman 37, cet. As-Sa’adah;jilid 3, halaman 317, cet. Mushthafa Muhammad.
38. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi, halaman: 107, 108, 228, 229, 230, 244, 260, dan 294. cet. Istambul; halaman: 124, 125, 126, 135, 196, 229, 269, 272, 352, dan 353, cet. Al-Haidariyah.

Pendapat yang kedua:
Pendapat ini mengatakan bahwa ayat ini hanya untuk isteri-isteri Nabi saw
Riwayat yang menyatakan bahwa ayat ini turun hanya untuk isteri-isteri Nabi saw adalah riwayat yang bersumber dari Ikrimah, budak Ibnu Abbas. Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan khusus untuk isteri-isteri Nabi saw. Ketika ayat ini Ikrimah berteriak-teriak di pasar-pasar untuk menjelaskan pendapat ini.

Ath-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Ikrimah berteriak-teriak di pasar-pasar (Tafsir Ath-Thabari 22/7; Ibnu Katsir 3/415).

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Ikrimah berkata: Barangsiapa yang menghendaki keluarga Nabi, ayat ini turun khusus untuk isteri-isterinya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/415; Ad-Durrul mantsur 5/195).

Suyuthi menyebutkan bahwa Ikrimah berkata: Tidakkah kalian mendatangi isteri-isteri Nabi saw, ayat ini turun khusus untuk mereka. (Ad-Durrul mantsur 5/198).

Riwayat ini lemah dengan alasan minimal tiga hal:
Pertama: Riwayat ini hanya bersumber dari Ikrimah, tidak adaseorang pun sahabat Nabi saw yang terkemuka meriwayatkan seperti pendapat Ikrimah.
Kedua: Riwayat ini bertentangan dengan hadis-hadis yang shahih dan mutawatir yang disepakati oleh kaum muslimin.
Ketiga: Ikrimah adalah seorang budak yang pendusta, suka melakukan penyimpangan, dan sangat membenci Ahlul bait Nabi saw.

Pribadi Ikrimah
Ikrimah adalah seorang khawarij, bahkan ia termasuk orang yang mempropagandakan Khawarij. Kaum khawarij mengutip riwayat dari Ikrimah kemudian menisbatkan kepada sahabat Nabi saw yang terkemuka.
Adz-Dzahabi mengatakan: Banyak orang membicarakan bahwa pendapat Ikrimah ini adalah pendapat khawarij, ia suka menggunakan hawa nafsunya dalam membicarakan agama. Ia adalah orang yang tercela dalam Islam. Ia tidak shalat, dan suka melakukan dosa-dosa besar.

Para ahli sejarah Islam banyak yang mengatakan bahwa Ikrimah adalah pendusta. Ia adalah seorang budak yang suka berdusta kepada majikannya yaitu Abdullah bin Abbas. Ali bin Abdullah bin Abbas pernah mengikat Ikrimah di tiang pintunya, kemudian orang bertanya kepadanya: Mengapa kamu melakukan hal itu kepada budakmu? Ia menjawab: Budak ini suka berdusta kepada ayahku.
Said bin Musayyab berkata kepada budaknya: Wahai Barda, kamu jangan berdusta kepadaku seperti Ikrimah berdusta kepada Ibnu Abbas.
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar salah seorang Fuqaha’ Madinah berkata: Sesungguhnya Ikrimah adalah pendusta.
Ibnu Sirin berkata: Ikrimah adalah pendusta.
Malik bin Anas berkata: Ikrimah adalah pendusta.
Yahya bin Mu’in berkata: Ikrimah adalah pendusta.
Anas bin Malik mengharamkan riwayat yang bersumber dari Ikrimah.

Pernyataan tersebut terdapat dalam:
1. Ath-Thabaqat, Ibnu Sa’d, jilid 5, halaman 287.
2. Tahdzibul kamal, Al-Hafizh Al-Muzzi, jilid 20. halaman 264.
3. Mizanul I’tidal, Adz-Dzahabi, jilid 3, halaman 93.
4. Tahdzibut tahdzib, Ibnu Hajar Al-Asqalani, jilid 7, halaman 263.
5. Al-Mughni fi Adh-Dhu’afa’, Adz-Dzahabi, jilid 2, halaman 84.

Pendapat yang ketiga:
Pendapat ini menyatakan bahwa Ayat ini turun untuk Ali, Fatimah, Hasan, Husein, dan isteri-isteri Nabi saw

Jika kita membaca kitab-kitab tafsir yang mu’tabarah, misalnya Zadul Masir fi ilmi At-Tafsir oleh Ibnu Al-Jauzi 6/383, kita akan dapati bahwa riwayat tersebut hanya bersumber dari Adh-Dhahhak, bukan dari sahabat-sahabat Nabi saw yang terkemuka.

Mungkinkah hanya perkataan seorang Adh-Dhahhak dapat menggugurkan riwayat-riwayat yang terdapat dalam kitab-kitab Shahih, Sunan, dan Musnad, yang bersumber dari sahabat Nabi saw yang terkemuka: Ibnu Abbas, Jabir Al-Anshari, Zaid bin Arqam, Said bin Abi Waqqash, Ummu Salamah dan Aisyah.

Anehnya, mereka memaksakan diri untuk memasukkan isteri-isteri Nabi saw ke dalam Ahlul bai (as), padahal Ummu Salamah dan Aisyah sendiri mengatakan Ahlul bait hanyalah: Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as). Ummu Salamah dan Aisyah sendiri menafikan dirinya dari bahwa ayat ini turun untuk keistimewaan isteri-isteri Nabi saw. Mengapa Adh-Dhahhak menisbatkan ayat ini untuk isteri-isteri Nabi saw?

Mungkinkah Nabi saw menjelaskan kata Ahlul bait dalam ayat ini berbeda-beda kepada sahabat yang satu dan yang lain? Tidak mungkin, karena Nabi saw tidak pernah menyalahi kehendak Allah saw untuk menyenangkan hati isterinya.

Kontek kalimat ayat Tahhir
Mereka berusaha menghubungkan kalimat ini dengan kalimat sebelumnya yang membicarakan tentang isteri-isteri Nabi saw, padahal jika dihubungkan bertentangan dengan kaidah ilmu ushul dan ilmu nahwu. Kita perhatikan perubahan dhamir kunna (kata ganti untuk perempuan), dan kata Innama, adatul qashr (kata untuk membatasi persoalan).

Jika Anda memaksakan hal itu berarti Anda telah menyalahi hadis-hadis yang shahih dan mutawatir, dan membelokkan makna yang dikehendaki oleh Allah kepada makna yang Anda kehendaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar